Diversity Behind Indonesian’s Rujak

Screen Shot 2018-01-12 at 9.07.54 AM

A signature fruit salad by Rujak Kolam Medan, using organic fruits and special dressing with crushed-cashew. Shot by : Anton Sugiharto

Alan Davidson in Oxford Companion to Food called rujak buah as the most eccentric fruit salad for adding spiciness in it. Moreover, Indonesia’s rujak is not only made of fruit with sweet and spicy dressing as internationally known.

Rujak can not be identified by one characteristic. Even the basic ingredients could differ from one to other region. Rujak buah can be found easily in various places in Indonesia. But I would say rujak buah from Rujak Kolam Medan as a top-notch.

I visited Rujak Kolam Medan (RKM) in October 2017 with Food Story Kompas TV team. RKM used organic fruits in its recipe. So the incredible taste started since the fruit is sliced ​​and dropped onto a plate. The fresh fruit harvested from its own garden. I took example of watery rose apple. The watery rose apple was said to be Citra type. This type has bright red color during dry season or dark red color during rainy season. It tasted sweet legit with a little sponge-like texture, which is perfect for salad.

The dressing is also great. RKM can even sell the dressing only! Obviously the dressing is the heart of this rujak. RKM refused to reveal any details about ingredients in its dressing. But in general, my tongue recognized peanuts, cashews, shrimp paste, and pisang batu (musa balbisiana). Then it turned out that RKM also used gohok (syzygium polycephalum) that has a sour taste. Cashews in the dressing were only crushed roughly to keep its texture and savory taste in it. You can’t resist it!

Rujak Kuah Pindang

Rujak kuah pindang is a distinct kind of rujak from Bali. It offers double savory taste, both from shrimp paste and fish broth. Although it is like a rujak buah in general, the presence of fish broth sauce became a striking difference. You can’t smell any fishy aroma, thanks to the lemongrass and bay leaves infused to the broth. It gave me some savory and fresh sour taste with aromatic fragrance while chewing fruits.

Screen Shot 2018-01-12 at 9.10.24 AM

Rujak Kuah Pindang, a fruit salad with fish broth and spicy sugar palm sauce from Bali. Shot by : Herri Ardi

Rujak Seafood (Seafood Salad)

Indonesia also has a seafood salad. If you visit Pancoran Street, Glodok, Jakarta, rujak seafood named Rujak Shanghai Cik Encim is worth a try. Rujak is made from juhi or large cuttlefish and jellyfish (which is certainly edible).

Juhi and jellyfish were boiled about 5 minutes to avoid the tough texture. After that, juhi and jellyfish were arranged together with pickled cucumber and turnip, blanched kale, fine-crushed garlic, chilli sauce, tomato sauce, thick pink sauce, lime juice and mashed fried-peanuts.

Thick pink sauce is secret recipe. The only ingredient I know is only sago starch so the sauce is really thick.

Screen Shot 2018-01-12 at 9.11.23 AM

Rujak Shanghai Encim, a signature seafood salad in Glodok area, Jakarta, Indonesia. Shot by : Herri Ardi

It was my first time trying the seafood salad. The presentation didn’t attract me but I was curious about the taste. The flavor and aroma are dominated by garlic which slightly disguised the fishy smell of juhi. Then followed by a sour taste of lemon, the sweetness of the pink sauce, and nutty sensation. I also added more lemon juice to eliminate strong fishy smell of it.

But this complex taste didn’t blend with juhi or jellyfish. Juhi and jelly was tasteless, as if separated from the dressing. I tend to cook juhi or marinate it with spices so it blends completely completely with the dressing.

Rujak Cingur

Rujak cingur from Surabaya could prove diversity in Indonesian’s rujak. This salad included meat element into it. I was confused how to match vegetables, fruit, and chewy cingur in one dish. Cingur is the snout part of the cow (the nose and the surrounding area). Its texture is similar to kikil from cow legs. Most of people are afraid or rather disgusted by the presence of cingur in this dish. Especially when looking at raw cow snout that usually displayed with another ingredients.

I also asked Lifa – the second generation of Kantin Pak Hadi in Menteng area, Jakarta that served rujak cingur from 90’s – about why cingur can get into rujak. It turns out that Lifa also didn’t know the origin of it or how cingur could be part of rujak.

I tried rujak cingur in Kantin Pak Hadi in Menteng area, Jakarta, Indonesia. Cingur was cut into small pieces and then cooked with spices before serving. Because it is cooked, then I dare to try it .. hahaha.

In addition to cingur, another character that stands out is the savory from petis and shrimp paste. Petis really ‘kicked’ in my mouth. It could be a reason for people unwilling to try this typical East Java snack, including me.

Chicken Karaage Rice Bowl by Spice Bali 

Awalnya saya tidak berencana untuk datang ke Jakarta Culinary Feastival (JCF) 2017 di Senayan City. Semua serba kebetulan. Kebetulan teman mengajak ke Senayan City dan kebetulan diarahkan ke JCF oleh mas-mas penunjuk arah. Tepat saat ditanya “Mas sama mbak mau main course arau dessert?” Kami serentak menjawab, “Main course!” Karena kami sudah menyantap starter cempedak goreng tepung dan garlic bread. 

Di blok main course, mata saya langsung tertuju pada stand yang memajang nama chef Chris Salans. Nama itu beberapa kali saya lihat di acara tanding masak Iron Chef. Gerak saya cepat menuju stand itu. 

Di menu terpajang 4 dish : Chicken Karaage, Rendang Udon, Rawon, dan Prawn Laksa. Saya memilih Chicken Karaage Rice Bowl. Setelah menunggu sekitar 15 menit, sampai lah dishnya di tangan saya. Nasi dengan tiga potong karaage, saus asam manis, dan daun ketumbar. 

Awalnya saya kecewa dengan nasinya yang sedikit, maklum anak kosan dan perantau di Jakarta. Saya mencoba terlebih dahulu nasi dan sausnya. 

Rujak : Satu Nama, Ragam Karakter

Alan Davidson dalam Oxford Companion to Food menyebut rujak buah sebagai ‘fruit salad’ yang paling nyeleneh karena memasukkan rasa pedas di dalamnya. Lebih nyeleneh lagi, rujak di Indonesia tidak hanya terbuat dari buah dengan bumbu pedas manis.

Rujak di Indonesia tidak bisa diseragamkan dalam satu karakreristik. Bahkan bahan dasarnya pun bisa berbeda dari daerah ke daerah lainnya. Rujak berbahan dasar buah atau rujak buah bisa kita temukan dengan mudah di berbagai tempat. Dan Rujak Kolam Medan adalah primadonanya rujak buah. Saya bisa sebut begitu karena memang rujak buah ini tidak biasa.

Saya mengunjungi Rujak Kolam Medan (RKM) di bulan Oktober 2017 bersama tim Food Story Kompas TV. Rujak buah di RKM menggunakan buah organik. Jadi rasa yang luar biasa sudah dimulai sejak buahnya diiris dan jatuh ke piring saji.

Buahnya segar karena diambil dari kebun sendiri. Saya mengambil contoh buah jambu air. Buah jambu air yang digunakan adalah jambu air jenis Citra. Jambu jenis ini berwarna merah cerah saat musim kemarau atau merah gelap saat musim hujan. Rasanya manis legit dengan sedikit rasa sepat – kriteria sempurna untuk dibuat rujak.

Bumbunya juga tidak kalah hebat. RKM bahkan bisa menjual bumbunya saja tanpa buah! Jelas bumbu ini adalah inti dari rujak buah. RKM tidak membocorkan detil soal bahan yang digunakan dalam bumbu. Tapi secara umum, lidah saya merasakan kacang tanah, kacang mede, terasi, dan pisang batu. Belakangan ternyata RKM juga menggunakan buah gowok atau kupa yang memiliki rasa asam. Kacang mede dalam bumbu sengaja hanya ditumbuk kasar agar tekstur dan rasa gurihnya tetap terasa.

Rujak Seafood

Indonesia juga punya rujak seafood layaknya seafood salad dikenal secara internasional. Kalau Anda berkunjung ke daerah Jalan Pancoran, Glodok, Jakarta, rujak seafood dengan nama Rujak Shanghai Cik Encim layak untuk dicoba. Rujak ini berbahan dasar juhi atau sotong besar dan ubur-ubur penangkaran (yang tentu aman untuk dimakan).

Juhi dan ubur-ubur hanya direbus sekitar 5 menit – menghindari tekstur yang alot. Setelah itu, juhi dan ubur ditata dalam piring bersama acara timun lobak, kangkung yang sudah di-blanch, bawang putih halus, sambal, saus tomat, saus pink kental, perasan jeruk limau, dan taburan kacang tumbuk.

Ini pertama kalinya saya mencoba rujak seafood. Tampilannya kurang menggugah tapi saya penasaran dengan rasanya. Rasa dan aroma didominasi bawang putih yang sedikit menyamarkan bau amis dari juhi. Kemudian diikuti rasa asam dari jeruk limau, rasa manis dari saus pink, dan sensasi nutty kacang tanah tumbuk.

Namun bumbu yang demikian kompleks ini tidak menyatu dengan juhi atau ubur-ubur. Berbeda dengan rujak buah yang buahnya berkontribusi memberikan rasa asam, manis, atau sepat. Juhi dan uburnya hambar, seakan terpisah dari bumbu.

Bau amis juhinya pun masih terlalu kuat sehingga saya menambahkan lagi perasan jeruk nipis. Saya cenderung akan memasaknya atau marinate juhinya sehingga menyatu dengan bumbu.

Rujak Kuah Pindang

Rujak kuah pindang asal Bali menawarkan double rasa gurih dari laut, terasi dan kuah kaldu ikan. Meskipun berbahan dasar buah  seperti rujak buah pada umumnya, kehadiran kuah kaldu ikan menjadi perbedaan mencolok. Bau amis ikan pun hilang berkat sereh dan daun salam saat membuat kaldu.

Saya bisa bilang rujak jenis ini seperti sayur buah.

Rujak Cingur

Bukti bahwa rujak Indonesia itu nyeleneh juga bisa kita lihat di rujak cingur asal Surabaya. Rujak ini memasukkan elemen daging ke dalamnya. Saya sendiri bingung bagaimana menjodohkan sayuran, buah, dan cingur yang kenyal dalam satu sajian. Saya pun sempat menanyakan kepada Lifa – generasi kedua dari Kantin Pak Hadi di daerah Menteng – soal mengapa cingur bisa masuk ke dalam sajian rujak. Ternyata Lifa pun tidak tahu asal muasal cingur berpadu dalam rujak cingur bersama biah dan sayuran.

Cingur adalah bagian moncong sapi (bagian hidung dan sekitarnya). Teksturnya mirip dengan kikil. Banyak orang yang takut atau lebih tepatnya jijik dengan kehadiran si cingur. Terlebih ketika melihat cingur dalam bentuk utuh yang biasa terpampang di etalase.

Saya sempat mencoba rujak cingur di Kantin Pak Hadi daerah Menteng. Cingurnya dipotong kecil-kecil kemudian dimasak menggunakan rempah terlebih dahulu sebelum disajikan. Karena sudah dimasak, maka saya berani mencobanya..hahaha.

Selain cingur, karakter lain yang menonjol adalah gurih dari petis dan terasi. Petisnya memang ‘nendang’ banget. Ini juga termasuk alasan orang ogah mencoba penganan khas Jawa Timur ini, termasuk saya.

Jakarta Culinary Feastival 2017

Last Saturday was coincidentally amazing. I only planned to meet my friends, enjoying some japanese food. But in the way, I found Jakarta Culinary Feastival 2017 signs around Senayan City which were inviting.

I went to Fork Tent that offered main courses menu by professional chefs. My eyes spotted Spice Bali by Chris Salans. I knew Chris Salans as Iron Chef that broadcasted on television. On the menu, there are Chicken Karaage Rice Bowl, Rendang Udon, and Prawn Laksa, and I ordered Chicken Karaage Rice Bowl.

Within 15 minutes, the dish was ready. The appearance teased my palate. It was rice covered by 3 big chunks of chicken karaage with sour and sweet sauce, garnished with coriander leaves and cucumber slices.

And..it comes into my mouth. Suddenly, dominant sour and sweet taste hit my tongue. What a twist! It was strong sour taste from lemon juice and lemon zest and sweetness from honey I guess. I like the balance of sweetness and sourness when it comes to sauces. The karaage was also delicious with crunchy batter outside. I guess it used some combination of rice flour and wheat flour. The chicken meat was also tender and still juicy.

Another dish I tried was briyani by Chef Manjunath Mural from Singapore. It was a noodle and vegetables with Indian spice. It was also exciting to taste sourness in balance with spice twist.

And the adventure of Saturday Night closed by dish from Arkamaya Culinary Education. Arkamaya offered Indonesian cuisine in more modern way of plating and garnish. There were Lodeh Salmon which has strong coconut milk flavour, Choux with ‘Es Teler flavoured’ filling, and Tutug Oncom with Sambal Matah. For the latest, I said it has too much lemongrass in it.

 

 

Jadi Saksi Kelahiran Sesar ‘Live’

Tahun 2014 saya pernah mendapat tantangan dari teman-teman perempuan saya untuk menonton video proses melahirkan di media sosial Youtube. Saya lupa topik apa yang kami bicarakan saat itu. Tantangan itu meluncur begitu saja dari salah satu teman saya yang bernama Ririn. Kini Ririn sedang melanjutkan kuliah magister di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung.

Kata cewek-cewek ini, menonton video proses melahirkan akan membuat saya lebih menghormati perjuangan ibu. Dengan penuh penghayatan, teman-teman saya ini menggambarkan bagaimana perjuangan dan rasa sakit yang ibu alami saat mengeluarkan manusia baru ke dunia. Sontak saya menolak tantangan itu. Jelas alasannya adalah takut. Gambaran rasa sakit berhasil mempengaruhi pikiran saya.

Dua tahun berselang, tepatnya 17-26 Juli 2016, saya terlibat dalam pelayanan medis ke Pulau Doi, Halmahera Utara bersama tim relawan doctorSHARE. Karena saya lulusan Jurnalistik Fikom Unpad, saya berperan sebagai tim media bukan sebagai tim medis. Tugas saya adalah meliput dan mendokumentasikan peristiwa-peristiwa selama pelayanan medis. Peristiwa unik bagi saya dalam pelayanan medis ke Pulau Doi adalah dua operasi kelahiran sesar. Saya menyaksikan dan mendokumentasikan dua operasi tersebut secara langsung. Rasanya seperti jawaban atas tantangan teman-teman saya dua tahun sebelumnya. Saya menyaksikan proses melahirkan secara langsung, bukan lewat video.

Dua pasien operasi sesar tersebut adalah Ny. Raodah Ali dan Ny. Kartina Djikan. Kondisi kehamilan kedua ibu ini sangat serius. Ny. Raodah Ali mengalami posisi janin melintang atau sungsang dengan kepala bayi belum menghadap ke bawah. Normalnya, bayi lahir dalam kondisi kepala keluar terlebih dahulu kemudian diikuti badan dan kaki. Posisi janin sungsang atau melintang membuat Ny. Raodah Ali harus menjalani operasi sesar pada . Bayi Ny. Raodah Ali diberi nama Dani Dharmawan. ‘Dani’ merupakan gabungan dua nama dokter yang menangani operasi sesar, yaitu  dr. David E. Tantry, Sp.OG dan dr. Nidia Limarga. Sedangkan ‘Dharmawan’ diambil dari nama kapal tempat si bayi dilahirkan sekaligus nama belakang pendiri doctorSHARE.

SAMSUNG CAMERA PICTURES

Sedangkan kehamilan Ny. Kartina Djikan adalah kehamilan ke-10 di umur 44 tahun. Saat diperiksa pada 22 Juli 2016, Ny. Kartina Djikan diketahui sudah mengalami pecah ketuban dua hari sebelumnya. Dokter yang menangani kasus Ny. Kartina Djikan, dr. David E. Tantry, Sp.OG akhirnya memutuskan untuk melakukan operasi sesar keesokan harinya pada 23 Juli 2016. Selain itu, Ny. Kartina Djikan juga harus menjalani proses tubektomi atau pemotongan saluran indung telur. Dengan tubektomi, sel telur tidak bisa memasuki rahim untuk dibuahi.

“Bayi kedua ini (bayi pasien Ny. Kartina Djikan) sudah pecah ketuban dua hari, selain bayinya bisa meninggal dalam perut, ibunya juga bisa infeksi. Terus ada risiko pendarahan setelah melahirkan soalnya itu sudah anak ke-10. Dan umurnya sudah 44 tahun. Untuk kasus kedua ini, ibunya juga kita tubektomi ya, kita steril. Soalnya entar malah bisa hamil lagi mungkin. Jadi untuk menghindari semua risiko, kita tubektomi,” ujar dr. David E. Tantry, Sp.OG dalam wawancara.

Sehari sebelum persalinan, saya bersama rekan satu tim, Olfi Fitri Hasanah menemani Agustinus Nikere mempersiapkan perbekalan dan pakaian untuk persalinan. Agustinus adalah suami dari Ny. Kartina Djikan. Setelah mendapatkan rujukan dari dokter untuk operasi sesar, kami segera berangkat dari desa Dama menggunakan perahu menuju rumah Agustinus di desa Cera. Perahunya memiliki panjang sekitar 3 meter dengan dua cadik atau katir di kanan-kirinya. Cadik atau katir adalah kerangka bambu yang berfungsi menyeimbangkan perahu dari terpaan ombak. Perahu ini tidak menggunakan mesin, jadi Agustinus mendayungnya hingga tujuan.

Desa Dama terletak di bagian selatan pulau Doi sedangkan desa Cera terletak di bagian utara pulau. Perjalanan mengitari sebelah barat pulau Doi dari desa Dama ke desa Cera memakan waktu 2 jam menggunakan perahu. Waktu yang cukup menyiksa jika dibarengi rasa sakit bukaan 8.

Sampan menyusuri pinggir pulau. Bebatuan karang indah dengan mudah dilihat mata. Saya pribadi belum pernah melakukan perjalanan laut sehingga saya takjub dengan Agustinus Nikere yang mendayung selama dua jam ke rumahnya. Agustinus bercerita bahwa sampan kecil yang digunakannya biasa dibawa ke tengah laut untuk mencari ikan. Ke tengah laut! Menurut logika saya, sampan kecil mudah saja terempas ombak atau badai di tengah laut. Nyatanya, nelayan dari pulau Doi mampu membaca tanda-tanda akan datangnya ombak atau badai sehingga bisa menghindarinya. Atau jika ternyata ombak dan badai telanjur mengempaskan sampan mereka, mereka punya keahlian renang tingkat advance untuk menyelamatkan diri.

Setelah dua jam, kami sampai di rumah Agustinus Nikere di desa Cera. Kami sempat berkeliling desa mencari perahu ketinting untuk kembali ke rumah sakit apung di desa Dama. Perjalanan menggunakan perahu ketinting mesin sehingga lebih cepat daripada perahu. Sementara kami mencari ketinting, Agustinus dan kedua anaknya menyiapkan perlengkapan dan perbekalan. Tepat pukul jam 3 kami berangkat menuju Dama.

Rumah sakit apung berlabuh di Tobelo keesokan harinya pukul 8 pagi. Beberapa peralatan dan satu dokter tambahan didatangkan dari RSUD Tobelo. Operasi sesar Ny. Kartina Djikan berjalan lancar dan sang bayi diberi nama Jefferson Nikere.

Citarasa Nikmat Perkawinan Indonesia-Belanda

Masa penjajahan Belanda di Indonesia yang sangat lama meninggalkan bekas pada kuliner Indonesia. Dalam hal ini, beberapa makanan Indonesia mengadopsi teknik masak Eropa yang dibawa oleh Belanda sehingga menjadi hidangan Indonesia-Belanda yang sangat lezat. Contohnya adalah budaya makan roti yang sebelumnya tidak ada di Indonesia kemudian mulai populer sejak kedatangan Belanda. Dikutip dari sbs.com.au, kamu yang berasal dari daerah Jakarta terutama Betawi pasti kenal dengan roti buaya. Roti ini selalu hadir dalam upacara pernikahan adat Betawi yang melambangkan kemanapanan dan kesetiaan. Roti buaya aslinya terbuat dari adonan tepung ketela. Berbeda dengan tepung tapioka yang hanya menggunakan sari ketela, tepung ketela menggunakan seluruh bagian ketela kecuali kulitnya. 

Sejak kedatangan Belanda, roti buaya ini mengadopsi cara pembuatan roti ala Eropa. Roti buaya beralih dari tepung ketela ke tepung terigu atau tepung gandum dan menggunakan ragi. 

Selain roti buaya, kuliner yang terkena pengaruh Belanda adalah semur. Bagaimana tidak kata semur saja merupakan serapan dari bahasa Belanda smoor. Dalam bahasa Belanda, smoor berarti sebuah masakan direbus dengan tomat dan bawang secara perlahan. Smoor” dalam bahasa Belanda juga berarti braising atau teknik masak dengan cara menumis daging sebentar dan selanjutnya direbus lama dengan api kecil hingga daging empuk. Teknik ini berasal dari Prancis. 

Dikutip dari Wikipedia, sejarah menunjukkan bahwa masakan daging rebus berbumbu di Indonesia ternyata telah dikenal sejak abad ke-9 Masehi. Hal ini terlihat dari beberapa prasasti, relief candi dan kakawin di Jawa yang menceritakan “Ganan, hadanan prana wdus” atau disediakan sayuran kerbau dan kambing. Akan tetapi apakah hidangan daging kerbau dan kambing ini adalah mirip semur belum dapat dipastikan.

Bukti pengaruh Belanda dalam bentuk semur ini juga terdokumentasi dalam buku resep Groot Nieuw Volledig Oost-Indisch Kookboek yang terbit pada 1902. Buku resep ini memuat enam resep semur (Smoor Ajam I, Smoor Ajam II, Smoor Ajam III, Smoor Bandjar van Kip, Smoor Banten van Kip, Solosche Smoor van Kip). Perkembangan semur berawal di dapur kaum peranakan Eropa. 

Pengaruh Belanda juga masuk ke kue-kue yang akrab dengan kita. Pertama, kue lapis legit. Dalam bahasa Belanda, lapis legit disebut spekkoek. Kue lapis legit merupakan paduan teknik pembuatan kue sponge Eropa yang dibawa Belanda dan rempah khas Indonesia seperti kayu manis, cengkeh, dan kadang dicampur rasa coklat atau pandan. Tahun 2016 dan 2017, kue lapis legit masuk dalam kue nasional terenak di dunia versi CNN. 

Kue lainnya dengan pengaruh Belanda adalah klappertart. Kue asal Manado, Sulawesi menggabungkan bahan baku kelapa yang sangat khas dengan wilayah tropis dan teknik memasak makanan penutup khas Belanda. Terakhir, ada kue cubit. Jajanan ini adalah kembaran dari kudapan khas Belanda bernama poffertjes. Kue cubit dan poffertjes dimasak dengan teknik yang mirip dan sama-sama menggunakan pinggan beberapa cekungan. 

*artikel ini telah dipublikasikan di situs teen.co.id 

Karena Populasi Meningkat, Kangguru Dikonsumsi

Seorang koki selebriti asal Australia, Lynton Tapp bakal hadir di Jakarta menyajikan cita rasa Australia pekan ini. Kuliner ala Australian Outback yang akan dibawa sang koki menggunakan daging buaya asap dan daging kangguru. Terasa asing dengan daging buaya dan daging kangguru untuk masakan?Sebelumnya, saya mengira kangguru sebagai hewan nasional Australia adalah hewan dilindungi dan tidak boleh diburu apalagi dimakan dagingnya. Tapi ternyata daging hewan berkantung dijual di supermarket dan pasar di Australia. Bahkan BBC di tahun 2013 pernah meliput salah satu toko daging kangguru Dean Cooper di Adelaide yang berumur 30 tahun. 

Populasi besar kangguru di Australia menyebabkan perburuan diperbolehkan untuk mengendalikan populasi kangguru. Dikutip dari BBC, sensus tahun 2002 menyebutkan ada 58,6 juta ekor kangguru di Australia. Dan dari 48 spesies kangguru, hanya 5 spesies yang boleh diburu. Pemburu kangguru pun harus memiliki lisensi khusus dan mematuhi kode etik yang ketat. 

Contohnya, di Queensland, hanya spesies kangguru merah, kangguru abu timur, dan common wallaroo (jenis kangguru dengan ukuran lebih kecil) yang boleh diburu. Setidaknya 10-20% dari estimasi populasi jadi kuota buruan kangguru untuk menjaga populasi.  

Kangguru disebut lebih baik dari daging sapi. Daging kangguru mengandung sedikit lemak dan tinggi protein. Selain itu, kandungan asam linoleat terkonjugasi juga cenderung tinggi termasuk anti karsinogenik, anti diabetes, dan mencegah obesitas. Salah satu pelanggan toko daging kangguru Dean Cooper di Adelaide, Australia menyatakan daging kangguru sangat lembut asal tidak overcooked alias terlalu matang.  

Nyatanya, meskipun daging kangguru legal dijual dan dimakan bahkan diekspor ke 55 negara, tidak semua orang Australia mau memakan daging kangguru. Kebanyakan warga Australia di Adelaide dan Sydney mengatakan pada BBC bahwa salah satu faktor mereka tidak memakan daging kangguru karena hewan tersebut adalah hewan nasional. Selain itu mereka menyebutkan The Skippy Factor. Tahun 1960-an ada serial televisi berjudul Skippy The Bush Kanggaroo, yang mengajak warga Australia untuk melihat kangguru sebagai hewan yang terlalu menggemaskan untuk dimakan. 

Tapi seiring dengan populasi manusia yang terus bertambah, kebutuhan daging yang meningkat, dan degradasi lingkungan, para ahli memberikan peringatan bahwa cara pandang kita terhadap sumber makan mungkin akan berubah. Jika memakan serangga rasanya masih aneh bagi kita, mungkin ada suatu saat kita harus memakannya. PBB sudaa mempromosikan serangga sebagai sumber protein. Termasuk warga Australia harus bersiap untuk makan daging kangguru ketika daging kangguru disebut menghasilkan gas metana lebih sedikit daripada daging sapi.

Gara-gara Minyak Ayam dan Kacang Kedelai Gurih

Karena bekerja di Jakarta, akhirnya saya harus mencari kosan. Sengaja saya pilih lokasi dekat kampus dengan asumsi harganya akan lebih mahasiswawi. Waktu itu tanggal 22 Juli 2017, hari Sabtu itu tepatnya, saya berkeliling mencari kosan di daerah Kemanggisan dekat kampus Binus. Bagi kamu yang belum tahu, Binus itu singkatan Bina Nusantara. Ya, segitu saja infonya. 

Sengaja saya berangkat pagi hari itu untuk menghindari perjalanan siang hari yang pasti penuh sesak dan panas. Betul saja, saya berangkat jam 8 pagi dan ternyata jalanan sudah penuh sesak, di luar perkiraan. 

Sampai di lokasi, akhirnya saya memutuskan untuk sarapan dulu. Jujur saya mencari makanan yang ‘pasti-pasti’ aja karena ini wilayah baru buat saya. Maka tibalah pilihan pada gerobak warna hijau dengan tulisan Bubur Pasundan pada bagian kaca. “Ini pasti yang jualan orang Bandung jadi rasanya ga jauh dari yang di Bandung” pikir saya. Untuk pemberitahuan, saya berasal dari Bandung. 

Karena saya pikir ini bubur ayam yang ‘pasti-pasti’ aja makanya saya tidak berharap lebih pada rasanya. Aroma dari pancinya pun seperti bubur bubur pada umumnya. Tapi saya sempat mendengar si penjual bilang ke temannya, “eh kaldunya mana nih, lupa diambil ya tadi?” Atas pertanyaan itu saya berasumsi ada kaldu yang disajikan dalam buburnya nanti. 

Saya akhirnya pesan satu mangkuk, saya tidak bertanya harganya, langsung saya pesan saja. Maka datanglah satu mangkuk bubur dengan topping ayam suwir, emping, kacang kedelai goreng, dan krupuk. Ayam suwirnya banyak dan potongannya besar. Ini jadi impresi pertama. Oh iya, tanpa kuah kaldu.

Di awal saya tidak melihat kaldu disajikan dalam mangkuk bersama bubur dan toppingnya. Tapi di suapan pertama, justru rasa kaldu ayam sangat terasa di bubur yang saya makan. Aneh, padahal ga ada kuah kuah kaldu. Ternyata rasa kaldu bukan berasal dari kuah melainkan dari minyak ayam yang dituangkan ke atas bubur. Minyak ayamnya tidak terlihat karena tertutup topping. 

Impresi selanjutnya berasal dari kacang kedelainya. Biasanya kacang kedelai digoreng terlalu gosong sehingga menimbulkan rasa pahit dan dihindari banyak pembeli. Tapi kacang kedelai di Bubur Pasundan ini tidak gosong, warnanya coklat muda, renyah, dan gurih. Ini jadi pengalaman makan bubur ayam terbaik buat saya. Oh iya, Bubur Pasundan lokasinya ada di Jalan U Raya Kemanggisan Palmerah Jakarta Barat. 

Thanks to chicken oil

My job as a reporter in a major TV station made me live in the capital, Jakarta. It was my first time being in this busy and crowded city for more than 2 days. I couldn’t bear the extra hot temperature yet humid in the city.

22 July 2017, I planned strooling around Palmerah district in West Jakarta, looking for a monthly rent room. But my tummy was happened to be hungry that time so I stop by a bubur ayam stand for breakfast. 

I didn’t expect much for the taste of bubur ayam. Nothing smells distinct from a large pot full of porridge. Then, a bowl of bubur ayam with shredded chicken, emping, and krupuk as a topping. The shredded chicken  were in big chunk covered the surface of porridge. That’s a special point for me. 

But the impression didn’t stop there. The porridge has a strong chicken taste. I know that taste come from the oil poured to porridge. So I can guess it was chicken oil, the oil used for deep frying marinated chicken cubes. For me, the porridge has come to a perfect savory taste cause of that chicken oil. It was all different from porridge with soft curry broth. 

Emosi Gerak lewat Syair

Kompetisi koreografi yang diberi nama Choreography of The Year masuk dalam rangkaian Eat D Beat 2016. Awalnya, kompetisi ini menyaring 35 kontestan secara online. Tepatnya melalui Youtube. Dari 35 kontestan dipilih 5 finalis. Lima finalis tersebut adalah El-Storm, Jesicca Janess, Sury, Flow, dan Sharon.

Predikat Choreography of The Year disabet oleh Sharon Bittner yang mewakili Gigi Art of Dance Jakarta. Tampil bersama kedua saudaranya, Elly dan Suzy Bittner, Sharon membawakan koreografi kontemporer menggunakan sebuah ‘spoken poetry’ atau syair. Ia tidak menggunakan musik dengan beat dan ritme stabil. Syair tersebut merupakan karya Beyonce dalam album ke-6 yang berjudul Lemonade, menceritakan tentang seorang wanita yang baru mengetahui bahwa suaminya berselingkuh.

“Waktu saya mendengarkan syairnya, saya merasa syair ini unik, dan ada emosi kuat yang saya rasakan” jelas Sharon usai menerima hadiah kemenangannya.

Sharon menggunakan kata-kata dalam puisi dan dinamika pembacaan untuk ritme. Bersama Elly, dan Suzy, ketiganya merespon setiap kata dan dinamikanya secara spontan dalam sesi latihan.

“Bukan mempelajari puisinya terlebih dahulu, tapi langsung kami buat koreografinya on the spot saat mendengar lagu” ujarnya.