Omakase di Kaum Jakarta

Telepon genggam saya berdering. Tanda sebuah pesan masuk dari aplikasi Whatsapp. Rupanya dari Jessica Eveline, kolega baru saya dari restoran Kaum Jakarta. Saya sempat menghubunginya bulan Agustus 2020. Ketika itu, saya menawarkan peliputan tentang bahan pangan lokal Indonesia.

“By the way, minggu depan tanggal 27 Agustus free gak? Kami mau undang mas untuk ikut Santap Malam Series Vol. Sesatean?”

Tentu ini kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. Karena Santap Malam Series dari Kaum Jakarta ini sempat menarik perhatian para food writer andal di Jakarta. Senang tentu, tapi juga tegang.

Jessica memang pernah menyinggung untuk mengundang saya ke sesi makan malam itu saat pertama bincang. Tapi tak saya taruh banyak harap disitu. Karena sebagian yang diundang adalah elite di dunia kuliner.

Tapi saya lugas menjawab, “Kosong mbak. Mau dong mbak.” Ini jadi semacam tanda bahwa saya memang sangat ingin mencicipi hidangannya.

Hari Kamis, tanggal 27 Agustus 2020, saya sudah bersiap. Saya janji kepada Jessica untuk datang jam 7 malam tepat. Tapi saya baru beranjak sekitar jam 7 malam lebih 10 menit. Motor Supra X yang sudah lumayan renta saya pecut paksa untuk melaju. Tentu saja geberannya tidak lebih dari 100 km/jam.

Setibanya di lokasi, Jessica menyambut di meja makan. Setidaknya saya tahu dari gelagatnya bahwa dia memaklumi keterlambatan saya. “Macet ya mas?” “Enggak, biasa lah…..deadline.” Alasan klasik para jurnalis atau pekerja media lain.

Ternyata ada satu orang lain bersebelahan dengan saya. Namanya Eric, food vlogger di Instagram yang merambah platform Youtube.

“Ayo mulai aja, buat Eric sama buat Mas Alif”, pinta Jessica pada Chef Indra, salah satu chef yang akan menyajikan omakase di Santap Sedap Malam Series. Ia berpengalaman di restoran Australia. Sudah mendalami masakan Indonesia selama dua tahun terakhir.

Oh iya, sesi makan malam ini bergaya omakase. Saya beberapa kali menonton seri Omakase dari Eater di Youtube. Tapi saya belum paham betul soal omakase. Tentu saja google membantu banyak dalam hal ini. Omakase berarti mempercayakan seluruh menu makanan pada koki. Sang koki bebas menyiapkan hidangan terbaiknya. Sebaliknya, jika kita memesan makanan dari menu disebut okonomi.

Saya duduk di meja dapur bergaya bar. Sebuah menu terpampang di meja, berurutan dari appetizer, main course, lalu dessert. Ada keterangan ringkas di tiap sajian.

Temanya sesatean dari berbagai wilayah di Indonesia. First thing first, ‘rujak nanas’ bakar sebagai pembuka. Interestingly, rujak ini ditampilkan sebagai sate.

Rujak Nanas Bakar

terdiri dari potongan nanas, semangka, dan pepaya yang disiram dengan bumbu rujak, kacang tanah tumbuk, bengkuang cincang, dan kedondong cincang.

Saya masih berpikir dan terkesan dengan tekstur dan rasa bumbu rujaknya sampai sebuah mangkuk kecil berisi trancam tersaji di depan saya. Tampilan sorgum langsung menarik perhatian. Saya beberapa kali menyebut sorgum dalam naskah tapi baru kali ini melihatnya secara langsung. Matang dan siap disantap.

“Ini sorgumnya dari mana ya? dari Solo juga?”, saya penasaran.

“Oh bukan, ini dari Nusa Tenggara Timur”, jawab Pak Pius atau biasa dipanggil Om Bewok, seorang ahli dalam hal meracik minuman.

Trancam

terdiri dari potongan ketimun, kacang panjang, kemangi, kecambah, dan sorgum, lalu disajikan bersama kerupuk puli.

Saya mengamini penjelasan kokinya yang menyebut rasa trancam ini sengaja dibuat lebih refreshing sebagai makanan pembuka. Tidak seperti pada urab, parutan kelapa diberi bumbu lalu disangrai untuk menghilangkan sebagian kadar air dan lemaknya. Jika menggunakan parutan daging kelapa segar, tentu trancam ini akan terasa heavy dari santan yang keluar dari parutan kelapa.

Setelah buah dan sayuran, appetizer berpindah ke protein ikan. Sebuah otak-otak disajikan dengan bumbu kacang. Saya punya preferensi bumbu kacang yang gurih dan kental. Sedangkan bumbu kacang ini punya asam dan manis yang lebih mencolok dari rasa gurih. Meskipun begitu, bumbu kacang ini justru tepat disandingkan dengan otak-otak yang bercitarasa gurih. Otak-otaknya menggunakan ikan kakap putih yang dicampur dengan udang untuk meningkatkan gurihnya. Uniknya, parutan kelapa dicampurkan dalam adonan otak-otak. So, it doubled the savoriness.

Hingga sajian pembuka ketiga, saya merasa sedang dituntun naik anak tangga. Setiap hidangan menunjukkan elevasi kesiapan lidah ke sajian utama.

Latest Posts

Diversity Behind Indonesian’s Rujak

Screen Shot 2018-01-12 at 9.07.54 AM

A signature fruit salad by Rujak Kolam Medan, using organic fruits and special dressing with crushed-cashew. Shot by : Anton Sugiharto

Alan Davidson in Oxford Companion to Food called rujak buah as the most eccentric fruit salad for adding spiciness in it. Moreover, Indonesia’s rujak is not only made of fruit with sweet and spicy dressing as internationally known.

Rujak can not be identified by one characteristic. Even the basic ingredients could differ from one to other region. Rujak buah can be found easily in various places in Indonesia. But I would say rujak buah from Rujak Kolam Medan as a top-notch.

I visited Rujak Kolam Medan (RKM) in October 2017 with Food Story Kompas TV team. RKM used organic fruits in its recipe. So the incredible taste started since the fruit is sliced ​​and dropped onto a plate. The fresh fruit harvested from its own garden. I took example of watery rose apple. The watery rose apple was said to be Citra type. This type has bright red color during dry season or dark red color during rainy season. It tasted sweet legit with a little sponge-like texture, which is perfect for salad.

The dressing is also great. RKM can even sell the dressing only! Obviously the dressing is the heart of this rujak. RKM refused to reveal any details about ingredients in its dressing. But in general, my tongue recognized peanuts, cashews, shrimp paste, and pisang batu (musa balbisiana). Then it turned out that RKM also used gohok (syzygium polycephalum) that has a sour taste. Cashews in the dressing were only crushed roughly to keep its texture and savory taste in it. You can’t resist it!

Rujak Kuah Pindang

Rujak kuah pindang is a distinct kind of rujak from Bali. It offers double savory taste, both from shrimp paste and fish broth. Although it is like a rujak buah in general, the presence of fish broth sauce became a striking difference. You can’t smell any fishy aroma, thanks to the lemongrass and bay leaves infused to the broth. It gave me some savory and fresh sour taste with aromatic fragrance while chewing fruits.

Screen Shot 2018-01-12 at 9.10.24 AM

Rujak Kuah Pindang, a fruit salad with fish broth and spicy sugar palm sauce from Bali. Shot by : Herri Ardi

Rujak Seafood (Seafood Salad)

Indonesia also has a seafood salad. If you visit Pancoran Street, Glodok, Jakarta, rujak seafood named Rujak Shanghai Cik Encim is worth a try. Rujak is made from juhi or large cuttlefish and jellyfish (which is certainly edible).

Juhi and jellyfish were boiled about 5 minutes to avoid the tough texture. After that, juhi and jellyfish were arranged together with pickled cucumber and turnip, blanched kale, fine-crushed garlic, chilli sauce, tomato sauce, thick pink sauce, lime juice and mashed fried-peanuts.

Thick pink sauce is secret recipe. The only ingredient I know is only sago starch so the sauce is really thick.

Screen Shot 2018-01-12 at 9.11.23 AM

Rujak Shanghai Encim, a signature seafood salad in Glodok area, Jakarta, Indonesia. Shot by : Herri Ardi

It was my first time trying the seafood salad. The presentation didn’t attract me but I was curious about the taste. The flavor and aroma are dominated by garlic which slightly disguised the fishy smell of juhi. Then followed by a sour taste of lemon, the sweetness of the pink sauce, and nutty sensation. I also added more lemon juice to eliminate strong fishy smell of it.

But this complex taste didn’t blend with juhi or jellyfish. Juhi and jelly was tasteless, as if separated from the dressing. I tend to cook juhi or marinate it with spices so it blends completely completely with the dressing.

Rujak Cingur

Rujak cingur from Surabaya could prove diversity in Indonesian’s rujak. This salad included meat element into it. I was confused how to match vegetables, fruit, and chewy cingur in one dish. Cingur is the snout part of the cow (the nose and the surrounding area). Its texture is similar to kikil from cow legs. Most of people are afraid or rather disgusted by the presence of cingur in this dish. Especially when looking at raw cow snout that usually displayed with another ingredients.

I also asked Lifa – the second generation of Kantin Pak Hadi in Menteng area, Jakarta that served rujak cingur from 90’s – about why cingur can get into rujak. It turns out that Lifa also didn’t know the origin of it or how cingur could be part of rujak.

I tried rujak cingur in Kantin Pak Hadi in Menteng area, Jakarta, Indonesia. Cingur was cut into small pieces and then cooked with spices before serving. Because it is cooked, then I dare to try it .. hahaha.

In addition to cingur, another character that stands out is the savory from petis and shrimp paste. Petis really ‘kicked’ in my mouth. It could be a reason for people unwilling to try this typical East Java snack, including me.

Rujak : Satu Nama, Ragam Karakter

Alan Davidson dalam Oxford Companion to Food menyebut rujak buah sebagai ‘fruit salad’ yang paling nyeleneh karena memasukkan rasa pedas di dalamnya. Lebih nyeleneh lagi, rujak di Indonesia tidak hanya terbuat dari buah dengan bumbu pedas manis.

Rujak di Indonesia tidak bisa diseragamkan dalam satu karakreristik. Bahkan bahan dasarnya pun bisa berbeda dari daerah ke daerah lainnya. Rujak berbahan dasar buah atau rujak buah bisa kita temukan dengan mudah di berbagai tempat. Dan Rujak Kolam Medan adalah primadonanya rujak buah. Saya bisa sebut begitu karena memang rujak buah ini tidak biasa.

Saya mengunjungi Rujak Kolam Medan (RKM) di bulan Oktober 2017 bersama tim Food Story Kompas TV. Rujak buah di RKM menggunakan buah organik. Jadi rasa yang luar biasa sudah dimulai sejak buahnya diiris dan jatuh ke piring saji.

Buahnya segar karena diambil dari kebun sendiri. Saya mengambil contoh buah jambu air. Buah jambu air yang digunakan adalah jambu air jenis Citra. Jambu jenis ini berwarna merah cerah saat musim kemarau atau merah gelap saat musim hujan. Rasanya manis legit dengan sedikit rasa sepat – kriteria sempurna untuk dibuat rujak.

Bumbunya juga tidak kalah hebat. RKM bahkan bisa menjual bumbunya saja tanpa buah! Jelas bumbu ini adalah inti dari rujak buah. RKM tidak membocorkan detil soal bahan yang digunakan dalam bumbu. Tapi secara umum, lidah saya merasakan kacang tanah, kacang mede, terasi, dan pisang batu. Belakangan ternyata RKM juga menggunakan buah gowok atau kupa yang memiliki rasa asam. Kacang mede dalam bumbu sengaja hanya ditumbuk kasar agar tekstur dan rasa gurihnya tetap terasa.

Rujak Seafood

Indonesia juga punya rujak seafood layaknya seafood salad dikenal secara internasional. Kalau Anda berkunjung ke daerah Jalan Pancoran, Glodok, Jakarta, rujak seafood dengan nama Rujak Shanghai Cik Encim layak untuk dicoba. Rujak ini berbahan dasar juhi atau sotong besar dan ubur-ubur penangkaran (yang tentu aman untuk dimakan).

Juhi dan ubur-ubur hanya direbus sekitar 5 menit – menghindari tekstur yang alot. Setelah itu, juhi dan ubur ditata dalam piring bersama acara timun lobak, kangkung yang sudah di-blanch, bawang putih halus, sambal, saus tomat, saus pink kental, perasan jeruk limau, dan taburan kacang tumbuk.

Ini pertama kalinya saya mencoba rujak seafood. Tampilannya kurang menggugah tapi saya penasaran dengan rasanya. Rasa dan aroma didominasi bawang putih yang sedikit menyamarkan bau amis dari juhi. Kemudian diikuti rasa asam dari jeruk limau, rasa manis dari saus pink, dan sensasi nutty kacang tanah tumbuk.

Namun bumbu yang demikian kompleks ini tidak menyatu dengan juhi atau ubur-ubur. Berbeda dengan rujak buah yang buahnya berkontribusi memberikan rasa asam, manis, atau sepat. Juhi dan uburnya hambar, seakan terpisah dari bumbu.

Bau amis juhinya pun masih terlalu kuat sehingga saya menambahkan lagi perasan jeruk nipis. Saya cenderung akan memasaknya atau marinate juhinya sehingga menyatu dengan bumbu.

Rujak Kuah Pindang

Rujak kuah pindang asal Bali menawarkan double rasa gurih dari laut, terasi dan kuah kaldu ikan. Meskipun berbahan dasar buah  seperti rujak buah pada umumnya, kehadiran kuah kaldu ikan menjadi perbedaan mencolok. Bau amis ikan pun hilang berkat sereh dan daun salam saat membuat kaldu.

Saya bisa bilang rujak jenis ini seperti sayur buah.

Rujak Cingur

Bukti bahwa rujak Indonesia itu nyeleneh juga bisa kita lihat di rujak cingur asal Surabaya. Rujak ini memasukkan elemen daging ke dalamnya. Saya sendiri bingung bagaimana menjodohkan sayuran, buah, dan cingur yang kenyal dalam satu sajian. Saya pun sempat menanyakan kepada Lifa – generasi kedua dari Kantin Pak Hadi di daerah Menteng – soal mengapa cingur bisa masuk ke dalam sajian rujak. Ternyata Lifa pun tidak tahu asal muasal cingur berpadu dalam rujak cingur bersama biah dan sayuran.

Cingur adalah bagian moncong sapi (bagian hidung dan sekitarnya). Teksturnya mirip dengan kikil. Banyak orang yang takut atau lebih tepatnya jijik dengan kehadiran si cingur. Terlebih ketika melihat cingur dalam bentuk utuh yang biasa terpampang di etalase.

Saya sempat mencoba rujak cingur di Kantin Pak Hadi daerah Menteng. Cingurnya dipotong kecil-kecil kemudian dimasak menggunakan rempah terlebih dahulu sebelum disajikan. Karena sudah dimasak, maka saya berani mencobanya..hahaha.

Selain cingur, karakter lain yang menonjol adalah gurih dari petis dan terasi. Petisnya memang ‘nendang’ banget. Ini juga termasuk alasan orang ogah mencoba penganan khas Jawa Timur ini, termasuk saya.